Halo semuanya ...apa kabar pembaca blogku ,,,pasti baik baik saja ,,,kali ini saya mau membahas uniknya baju adat provinsi yang ada di indonesia ,,,ya dinegara kita yang tercinta ini...saya mulai dari mana dulu yak,,,giman dari provinsi saya dulu ok ya,,provinsi Sumatera....you guys
Sebagai bangsa yang memiliki keanekaragaman budaya, Indonesia memiliki
banyak pakaian adat yang memiliki nilai sejarah dan nilai pengetahuan
yang penting. Tidak terkecuali Propinsi Sumatera Barat yang mayoritas
dihuni oleh masyarakat beretnis Minangkabau. Seperti kebanyakan
suku-suku disaerah lain, suku yang dikenal dengan sebutan “Ranah Minang”
ini juga memiliki baju adat yang memiliki makna dan arti tersendiri.
Keberadaan pakaian adat dalam lingkup kebudayaan menjadi bagian yang
tidak terpisahkan dari peristiwa budaya, misalnya pada upacara adat yang
berlangsung dalam kehidupan masyarakat. Dalam adat Sumatera barat
pakaian yang digunakan oleh kaum wanita disebut dengan nama Baju Kurung
sementara pakaian yang dikenakan remaja putri disebut pakaian adat
Lambak Ampek. Pakaian adat Sumatera Barat yang paling populer dalam adat minangkabau
dikenal dengan nama Bundo Kanduang.
Pakaian ini terdiri dari tingkolok
(penutup kepala), baju kurung, kain selempang, kain sarung, serta
perhiasan berupa kalung dan anting. Pakaian yang khusus diperuntukan
bagi wanita yang telah diangkat menjadi bundo kanduang ini memiliki ciri
khas penutup kepala yang disebut tingkolok. Tingkolok merupakan hiasan
kepala perempuan yang berbentuk runcing dan bercabang menyerupai tanduk
kerbau. Pemakaian tengkuluk digunakan sebagai perlambang perempuan
sebagai pemilik rumah gadang.Makna simbolik yang terkandung pada Baju Kurung yang dikenakan oleh wanita dalam adat Sumatera Barat antara lain:
1.
Penutup kepala yang berbentuk seperti tanduk runcing yang berumai emas
atau loyang sepuhan memiliki makna bahwa orang yang mengenakannya adalah
seorang pemilik rumah gadang.
2. Baju kurung dengan warna hitam,
merah, biru, atau lembayung yang dihiasi dengan benang emas dan tepinya
diberi minsie yang bermakna bahwa seorang bundo kanduang dan kaumnya
harus mematuhi batas-batas adat dan tidak boleh melanggarnya.
3.
Balapak yang diselempangkan dari bahu kanan ke rusuk kiri memiliki arti
bahwa seorang perempuan bertanggung jawab untuk melanjutkan keturunan.
4.
Kain sarung bersulam emas yang bermakna simbolik kebijaksanaan, artinya
seorang bundo kanduang harus dapat menempatkan sesuatu pada tempatnya.
5.
Perhiasan digunakan sebagai simbol yang mengandung norma-norma dan
nilai-nilai yang dapat digunakan sebagai acuan dalam kehidupan
bermasyarakat.
Berbicara tentang Sulawesi Selatan, tentu sebagian dari kita akan ingat dengan Bunaken, Makassar, atau bahkan rekreasi Trans Studio. Sulawesi Selatan memang menjadi salah satu provinsi yang menyimpan berbagai tempat indah dan menarik. Tak heran banyak sekali turis yang menjadikan tempat ini destinasi wisatanya. Selain tempat wisata, ternyata ada yang lebih menarik lagi untuk dibahas yaitu pakaian adat sulawesi selatan. Pakaian adat sulawesi selatan sebenarnya dipengaruhi oleh beberapa suku di dalamnya. Menjadi salah satu provinsi paling besar di Indonesia Timur, Sulawesi Selatan memiliki penduduk yang heterogen. Suku-suku yang mendiami Sulawesi Selatan diantaranya adalah Suku Bugis, Suku Makassar. Dan Suku Mandar. Dari ketiga suku tersebut, Suku Mandar menjadi suku yang mendominasi provinsi ini. Meskipun begitu, pakaian adat di provinsi ini lebih sering disebut dengan pakaian adat sulawesi selatan Makassar.
Untuk para Pria, pakaian adat sulawesi selatan disebut juga Bella Dada. Pakaian ini biasanya dipakai bersamaan dengan Paroci, Lipa Garusuk, dan Passapu. Paroci merupakan bawahan atau celana, sedangkan lipa garusuk adalah kain sarung yang dililitkan di pinggang. Passapu sendiri sebenarnya merupakan nama untuk penutup kepala yang digunakan para pria. Jika dilihat sekilas, bentuknya mirip sekali dengan peci.Bella Dada memiliki model layaknya jas namun tertutup dan lengannya panjang. Bella Dada juga memilii kerah serta kancing yang fungsinya sebagai perekat. Tak hanya itu, pakaian pria ini juga memiliki saku di kedua sisinya. Berbeda dengan baju wanita, pakaian untuk laki-laki biasanya dibuat menggunakan bahan yang sedikit lebih tebal. Masyarakat sana biasanya menggunakan kain lipa garusuk atau lipa sabbe sebagai bahan dasar. Untuk warnanya, tidak ada aturan khusus warna apa yang harus digunakan. Biasanya, warna akan disesuaikan dengan warna baju wanita atau selera pengguna.
Lain halnya dengan Passapu, pakaian yang satu ini biasanya terbuat dari daun lontar yang dianyam. Untuk membuatnya lebih bagus, Passapu dihias dengan mbring (benang emas) yang telah disusun. Namun, Passapu sebenarnya tida wajib diberi hiasan. Ada beberapa yang menggunakan Passapu polos seperti para guru, tetua, atau dukun. Selain Passapu, ternyata para pria juga menggunakan aksesoris seperti keris, sapu tangan, sigarak, keris, dan selempang rante kembang. Mereka juga ada yang menggunakan gelang emas yang diberi motif naga yang disebut Gelang Ponto Naga.
Untuk keris, biasanya di Sulawesi Selatan disebut juga dengan tatarapeng atau pasattimpo. Pada umumnya, keris memiliki sarung dan kepala yang dibuat dengan bahan dasar emas. Keris ini nantinya dikenakan di area pinggan pria. Itulah sedikit informasi tentang pakaian adat sulawesi selatan dan penjelasannya. Pakaian adat pria Sulawesi Selatan memang dapat dibilang unik. Berbeda dengan pakaian wanita, pakaian pria Sulawesi Selatan umumnya masih terkesan sederhana
Untuk para wanita, pakaian adat sulawesi selatan bernama Baju Bodo. Meskipun di Sulawesi Selatan terdapat bermacam suku, Baju Bodo umumnya lebih sering dipakai oleh wanita-wanita Makassar. Biasanya, pakaian ini sering digunakan ketika ada acara adat atau acara resmi. Di Sulawesi Selatan, masyarakat menyebut baju bodo dengan nama Baju Bodo Gesung. Hal ini dikarenakan model bajunya terlihat menggelembung pada bagian punggung.Berbicara tentang pakaian adat sulawesi selatan beserta keterangannya, Baju Bodo konon dikenal sebagai baju adat pertama yang muncul di provinsi ini. Di dalam kitab suci Patuntung milik nenek moyang suku Makassar, baju bodo telah disebutkan secara jelas baik itu dari bentuk hingga cara memakainya. Sejak zaman dahulu, masyarakat Makassar telah mengenal ilmu tekstil. Hal ini membuat baju bodo sangat nyaman sekali saat digunakan. Pakaian adat sulawesi selatan bodo biasanya dibuat dengan bahan dasar kain Muslin. Kain tersebut merupakan kain yang dibuat dari pintalan kapas yang dijahit bersamaan dengan benang katun. Baju Bodo sengaja dibuat dengan rongga benang yang aga renggang, sehingga membuat kain tersebut nyaman dan adem ketika digunakan di wilayah tropis seperti Sulawesi Selatan.
Jika dilihat secara sekilas, baju bodo memiliki model tanpa lengan, Hanya ada beberapa jahitan yang berfungsi menyatukan sisi kiri dan kanan kain saja. Sedangkan, di bagian bahunya dibiarkan begitu saja tanpa adanya jahitan.Bagian atas pada baju bodo sengaja dilubangi guna menjadi tempat masuk leher. Lubang masuk leher ini biasanya juga dibuat tanpa adanya jahitan. Untuk bawahan baju bodo, mereka biasanya menggunakan sarung yang memiliki motif kotak-kotak. Sarung ini digunakan dengan digulung biasanya menggunakan tangan sebelah kiri.
Untuk mempercantik penampilan, biasanya baju bodo dilengkapi dengan bermacam aksesoris seperti gelang, cincin, bando emas, serta kepingan-kepingan logam. Jika dahulu aksesoris tersebut terbuat dari emas, saat ini telah banyak yang membuatnya dari emas sepuhan atau logam.
Berbeda dengan pakaian pria, baju bodo memiliki ketentuan warna yang berbeda. Di dalam kitab Patuntung, terdapat sebuah aturan yang mengatur pemakaian warna baju bodo pada wanita. Biasanya, warna diatur berdasarkan tingkatan usia mereka, berikut aturannya:
- Wanita berumur kurang dari 10 tahun memakai baju bodo warna jingga.
- Wanita berumur 10 – 14 tahun memakai baju bodo warna jingga dan merah darah.
- Wanita berumur 17 – 25 tahun memakai baju bodo warna merah.
- Wanita yang merupakan para dukun dan ingan memakai baju bodo warna putih.
- Wanita dengan status janda memakai baju bodo warna ungu.
Jika dulunya peraturan tersebut sangat wajib untuk dipatuhi, saat ini para wanita bebas mengenakan pakaian bodo dengan warna yang mereka inginkan. Lunturnya kepatuhan akan aturan tersebut disebabkan oleh pudarnya kepercayaan animism dan dinamisme masyarakat Sulawesi Selatan. Hal tersebut konon telah pudar setelah Islam masuk ke Indonesia. Nah, itulah sedikit penjelasan mengenai pakaian adat dari Sulawesi Selatan. Secara umum, pakaian adat sulawesi selatan adalah Bella Dada dan Baju Bodo. Namun, disamping pakaian tersebut, mereka juga mengenakan aksesoris sebagai pelengkap.
3. ACEH
Indonesia merupakan negara yang dikenal sebagai negara yang kaya akan budaya. Pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke membuat Indonesia tidak hanya memiliki beribu-ribu pulau melainkan juga memiliki keberagaman bahasa, budaya dan adat istiadat. Tidak heran jika banyak turis atau para wisatawan yang penasaran dan tidak ragu untuk mempelajari kebudayaan Indonesia. Salah satu daerah yang sarat akan budaya adalah Aceh. Nangro Aceh Darussalam (NAD) merupakan salah satu provinsi yang terkenal dengan julukan Serambi Mekah dan terletak di ujung barat pulau Sumatera.Aceh memiliki kebudayaan yang dipengaruhi oleh kebudayaan Islam. Kala itu Aceh merupakan salah satu jalur perdagangan yang sering dilwati oleh orang-orang Timur Tengah. Maka tidak heran jika kebudayaan Aceh lebih condong ke kebudayaan Islam yang dibawa oleh jazirah Arab. Selain Serambi Mekah, Aceh juga dikenal sebagai Tanah Rencong. Aceh merupakan tempat kelahiran salah satu pahlawan wanita Indonesia, Cut Nyak Dien dan juga pahlawan Cik Ditiro.Kebiasaan masyarakat Aceh memang tidka pernah lepas dari syariat Islam, mulai dari aturan hingga tarian tradisional. Salah satu kebudayaan Aceh yang bernafaskan Islami adalah gaya berpakaian. Masyarakat Aceh seperti yang diketahui memiliki pakaian adat yang merupakan bentuk dari akulturasi kebudayaan Islam dan budaya melayu, baik itu pakaian untuk wanita atau pun pria.
Tidak hanya
pakaian adat, pakaian keseharian masyarakat Aceh juga tidak jauh-jauh dari syariat Islam. Tidak heran jika Aceh dijuluki sebagai Serambi Mekah. Pakaian adat yang biasa digunakan oleh masyarakat Aceh dikenal dengan sebutan Linto Baro yaitu pakaian yang diperuntukkan untuk pria dan Daro Baro sebutan untuk pakaian wanita. Penggunaan pakaian adat biasanya dipakai saat upacara-upacara tertentu, misalnya upacara pernikahan.
pakaian adat Aceh memiliki keunikan tersendiri dengan pernak pernik yang berbeda dengan pakaian adat daerah lainnya.
Pakaian adat nanggroe aceh darussalam yang digunakan oleh laki-lakai disebut dengan Linto Baro. Pakaian adat Linto Baro diperkirakan telah ada di Aceh sejak zaman kerajaan Perlak dan Samudera Pasai yang merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia.
Pada awalnya, Linto Baro sebagai pakaian adat yang digunakan oleh pria dewasa saat menghadirir upacara adat atau upacara pemerintahan. Pakaian adat Linto Baro terdiri dari Meukasah yang merupakan baju atasan, Siluweu merupakan celana panjang, Ijo Korong yang merupakan kain sarung, Rencong yaitu senjata khas yang merupakan senjata tradisional Aceh, dan Meukeutop yaitu penutup kepala.
Meukasah merupakan baju tenun yang terbuat dari kain sutra. Biasanya, baju meukasah memiliki warna dasar hitam. Pemilihan warna dasar hitam ini bukan tanpa alasan. Menurut kepercayaan masyarakat Aceh, warna hitam merupakan lambang dari kebesaran.
Baju Meukasah dipercaya sebagai lambang kebesaran masyarakat Aceh. Dalam baju meukasah dapat pula ditemukan sulaman emas yang hampir sama dengan baju khas masyarakat China. Sulaman emas ini biasanya terdapat di kerah meukasah. Hal ini disebut-sebut karena terjadinya akulturasi budaya melayu dengan budaya China yang dibawa oleh para pedagang dan pelaut yang melewati Aceh kala itu.
Sileuweu merupakan bawahan yang digunakan untuk menutupi bagian bawah tubuh untuk laki-laki berupa celana panjang. Warna celana sileuweu ini juga berwarna gelap, senada dengan atasan baju meukasah. Celana siluweu ini terbuat dari kain katun yang merupakan ciri khas pakaian adat Melayu.
Celana panjang ini, selain sileuweu juga memiliki nama sebutan lain yaitu Celana Cekak Musang. Aksesoris lain yang ditambahkan adalah sarung yang disebut dengan ija lamgugap, ija krong, atau ija sangket. Kain ini merupakan kain songket yang terbuat dari sutra. Cara penggunaan sarung ini adalah dengan cara mengaikatkannya ke pinggang dengan panjang selutut atau kira-kira 10 cm di atas lutut.
- Meukeutop atau Tutup Kepala
Tutup kepala atau yang biasa disebut kopyah menambah kuatnya pengaruh budaya Islam di tanah Aceh. Kopiah yang biasa disebut dengan meukeutop ini merupakan penutup kepala yang berbentuk kopiah lonjong ke atas. Selain itu, meukeutop ini dilengkapi dengan lilitan tangkulok yang merupakan lilitan yang terbuat dari tenan kain sutra dengan hiasan bintang berbentuk persegi 8 yang terbuat dari emas atau kuningan.
Setiap daerah atau adat yang lain tentunya memiliki senjata tradisional yang menjadi senjata khas daerah mereka. Tidak terkecuali di Aceh. Tentunya tidak lengkap jika pakaian adat tidak disandingkan dengan senjata tradisional khas daerah. Rencong merupakan senjata khas Aceh yang diselipkan di bagian pinggang pria dengan memperlihatkan bagian gagang senjata.
4. KALIMANTAN TENGAH
Pakaian adat Provinsi Kalimantan Tengah biasanya dipakai pada waktu penyelenggaraan upacara-upacara adat atau pesta adat, misalnya upacara perkawinan dan penyambutan tamu. Pakaian adat untuk upacara pada setiap suku bangsa di Provinsi Kalimantan Tengah berbeda-beda. Hal ini disebabkan setiap suku bangsa memiliki kepercayaan dan ritual adat yang berbeda-beda. Berikut ini pakaian adat suku bangsa di Provinsi Kalimantan Tengah.
Pakaian Adat Suku Dayak Ngaju Kalimantan Tengah
Beratus tahun lalu masyarakat Dayak membuat pakaian dengan bahan dasar kulit kayu yang disebut kulit nyamu. Kulit kayu dari pohon keras ini ditempa dengan pemukul semacam palu kayu hingga menjadi lemas seperti kain. Setelah dianggap halus, "kain dari kulit kayu" itu dipotong untuk dibuat baju dan celana.
Baju adat suku Dayak Ngaju, Kalimantan Tengah berupa rompi tanpa hiasan apa pun yang disebut sangkarut. Celana adalah cawat yang ketika dikenakan, bagian depannya ditutup lembaran kain nyamu berbentuk persegi panjang, yang disebut ewah. Pakaian itu berwarna coklat muda, warna asli kayu, tidak diberi hiasan, tidak pula diwarnai hingga kesannya sangat alamiah.
Dalam perkembangannya, baju kulit kayu dilengkapi aksesori ikat kepala (
salutup hatue untuk kaum laki-laki dan
salutup bawi untuk kaum perempuan), giwang (
suwang), kalung, gelang, rajah (tato) pada bagian-bagian tertentu, yang bahannya juga dipungut dari alam sekitar. Biji-bijian, kulit kerang, gigi dan taring binatang dirangkai menjadi kalung. Gelang dibuat dari tulang binatang buruan, giwang dari kayu keras, dan berbagai akseroris lainnya yang mendaurulangkan limbah keseharian mereka. Kesederhanaan pakaian kulit kayu itu pun memancarkan esensi keindahan karena tambahan warna warni flora dan fauna yang ditambahkan sebagai pelengkap pakaiannya.
Setelah itu, masyarakat Dayak Ngaju pun mulai membubuhkan warna dan corak hias pada pakaian mereka. Bahan pakaian itu secara kreatif diolah dari bahan yang tersedia di alam sekitar mereka. Misalnya warna hitam dari jelaga, warna puitih dari tanah putih dicampur air, warna kuning dari kunyit, warna merah dari buah rotan. Corak hias yang digambarkan pada paakaian mereka juga diilhami oleh apa yang mereka lihat di alam sekitar mereka. Maka tampillah stilasi bentuk flora dan fauna, bunga, dedaunan, akar pohon, burung, cakar harimau dan sebagainya menjadi corak hias pakaian adat. Keyakinan dan alam mitologi juga memberi inspirasi pada penciptaan ragam corak hias pakaian adat sehingga gambar-bambar itu, selain tampil artistik juga punya makna simbolik.
Pakaian adat masyarakat Dayak Ngaju yang beredar sekarang hampir seluruhnya dibuat dari kain tenun halus serat kapas atau sutra. Kain-kain tenun halus ini bermula dari para pedagang dari Gujarat India yang datang ke wilayah Nusantara. Oleh masyarakat Ngaju, terutama yang bermukim di daerah pesisir, teknik menenun kain halus ini diadaptasi.
Pakaian Adat Kotawaringin Barat Kalimantan Tengah
Pakaian adat Kotawaringin Barat yang merupakan unsur budaya Melayu di Provinsi Kalimantan Tengah, banyak dipengaruhi oleh pakaian pengantin banjar baamar galung pancaran matahari.